Thursday, 27 October 2011

Belajar dari Olahraga

 Belajar dari Olahraga

Penulis : Mien R Uno

Peringatan Hari Kemerdekaan hampir berlalu, segera kita merayakan Hari Olahraga Nasional pada 9 September. Sungguh suatu rangkaian hari-hari nasional yang menarik. Apalagi saat sekarang, ketika harga diri kita sebagai bangsa sedang jatuh oleh berbagai masalah, ternyata atlet bulu tangkis kita memberi kebanggaan luar biasa.

Masih segar di pelupuk mata bagaimana aksi Hendrawan meluapkan kegembiraan begitu satu smashnya menjadi penentu kemenangan 3-2 Indonesia terhadap Malaysia pada final perebutan Piala Thomas di Guangzhou, Mei lalu. Betul, kita hanya menyaksikan itu lewat televisi, tetapi sesungguhnya peristiwa tersebut telah mengisi rindu akan rasa bangga terhadap negeri.

Lebih istimewa lagi, Hendrawan dan banyak pebulutangkis nasional kita sejak dulu adalah keturunan Tionghoa. Ini mengingatkan kepada tim Prancis yang terdiri atas berbagai keturunan bangsa dan menjadi juara dunia sepakbola 1998. Ternyata, masyarakat Prancis tidak mempersoalkan darah Zinedin Zidan dan kawan-kawan. Sebaliknya, mereka membanggakan karena mereka adalah warga Perancis dan telah memberikan yang terbaik untuk Prancis dan tepat dengan kondisi bangsa yang sedang membutuhkan sebuah simbol persatuan dan kesatuan.

Begitu pula dengan perasaan kita yang muncul terhadap Hendrawan dan kawan-kawan. Juga kepada Christian Hadinata sang pelatih yang pada kesempatan sama berdiri di podium khusus untuk memperoleh penghargaan tertinggi (Hall of Fame) dari Presiden Bulutangkis Internasional (IBF), Korn Debaransi.

Apalagi kalau kita tahu bahwa beberapa hari sebelum pergi membawa pulang Piala Thomas, status kewarganegaraan Hendrawan masih belum 100 persen. Dan, status itu menjadi penuh setelah Presiden Megawati turun tangan.

Rupanya, benar kata sebuah pernyataan dari arena sepakbola Piala Dunia di Korea dan Jepang yang baru lewat. Disebutkan bahwa peristiwa-peristiwa olahraga internasional merupakan media promosi paling modern kebesaran suatu bangsa. Sementara cara-cara kuno adalah dengan memerangi negara lain.

Sungguh menarik. Kendati dalam pertandingan olahraga selalu ada yang kalah dan menang, hakiki yang ditonjolkan adalah sportivitas. Tegasnya adalah fair play alias jujur, dan tidak curang, serta tidak kasar. Karena itulah saya selalu salut dengan dengan atlet yang juara.

Banyak dari kita hanya tahu mereka setelah juara, dan sedikit orang tahu bahwa yang dilakukan sebelum juara digenggamnya adalah berlatih. Namun, tahukah Anda kalau sering waktu-waktu latihan itu berlangsung tatkala kita tidur lelap. Misalnya, perenang sudah berada di kolam pada pagi buta sementara teman-teman di sekolah atau tempat kerja masih terlelap. Atau, pada petang hari ketika orang-orang sudah istirahat.

Mungkin Anda berkata bahwa untuk mencapai apapun memang dibutuhkan pengorbanan. Benar, tetapi pengorbanan atlet adalah untuk membela panji-panji dan atas nama kita. Berbeda dengan mereka yang berkorban waktu dan uang tapi ujungnya demi kepentingan sendiri, lalu meminta-minta kepada negara untuk memberikan fasilitas bisnis atau karirnya. Sedangkan tim Piala Thomas kita tidak pernah meminta, tapi telah memberi sesuatu lebih dulu.

Nah, menjelang Hari Olahraga Nasional, ada baiknya kita belajar dari dunia olahraga agar kita dapat menjadi juara dalam bisnis. Pertama, sudah tentu bahwa berbisnis pun memerlukan dukungan fisik yang fit, bugar, dan sehat. Tentu yang dimaksud di sini bukan berarti Anda harus menjadi atlet.

Yang penting, kedua, mendapatkan nilai-nilai positif, karakter maupun inspirasi dari olahraga. Yakni, sportivitas yang rinciannya antara lain fair play, jujur, tidak curang, senantiasa menyiapkan diri, teamwork, serta belajar atau berlatih terus menerus, berstrategi, disiplin, dan semangat juang. Bayangkan, apa jadinya jika pada kedudukan 2-2, tinggal satu pertandingan penentu, ternyata Hendrawan yang diandalkan tidak memiliki semangat dan motivasi hebat?

Mungkin ada yang mengatakan bahwa nilai-nilai tersebut dapat dipelajari sendiri. Toh, buku-buku tentang hal tersebut banyak tersedia. Tidak keliru, bahkan Hendrawan pun mengaku masih membutuhkan buku-buku untuk memompa motivasinya.

Sebab, katanya, seorang atlet juara tidak hanya membutuhkan latihan lengkap, tetapi juga kecerdasan yang bisa didapatkan dengan membaca. Saya setuju itu walau tidak aktif lagi berolahraga seperti di kampus dulu tahu. Saya ingat bagaimana jago tim sepak bola Brasil Ronaldo mempunyai kemampuan mengambil keputusan tepat dan seketika tatkala sudah berada di depan gawang lawan dan menerima umpan bola dari teman.

Dengan menjalankan olahraga secara aktif, karakter tadi langsung terhayati sebagai inspirasi atau pengalaman, selain fisik juga sehat. Bukankah dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat?

SIPATE

0 komentar:

Post a Comment